Konstruktivisme
Von Glaserfeld
menuturkan, Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri
(Suparno, 2012:18). Sementara menurut Doolitle dan Camp (1999) inti dari konstruktivisme
adalah aktif memahami dan membangun pengetahuan sendiri berdasar pengalamannya.
Fosnot menyatakan konsep bahwa peserta didik membangun pengetahuan berdasar
pengalaman dinamakan konstruktivisme. Pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis.
Kita tidak dapat mengerti realitas (kenyataan) yang sesungguhnya. Yang kita
mengerti, bila boleh disebut suatu realitas, adalah sktruktur konstruksi kita
akan suatu objek. Realitas hanya ada sejauh berhubungan dengan pengamat.
Pengetahuan merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui, yang sedang
belajar. Realitas tidak akan eksis selama berdiri sendiri, realitas akan
dipahami ada bila berhubungan dengan pengamat.
Pengetahuan bukanlah
sesuatu yang sudah tertentu tetapi merupakan suatu proses menjadi. Letak kebenaran
dari pengetahuan dalam riabilitasnya, yaitu berlakunya konsep atau pengetahuan
itu dalam penggunaan. Semakin dalam dan luas suatu pengetahuan dapat digunakan,
semakin luas kebenarannya. Jean Piaget menyatakan bahwa pengetahuan konseptual
tidak dapat ditransfer dari seseorang ke orang lainnya, melainkan harus
dikonstruksi oleh setiap orang berdasar pengalaman mereka sendiri. Menurut von
Glaserfeld, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran orang yang belum
punya pengetahuan (peserta didik). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer
konsep, ide dan pengertiannya kepada peserta didik, pemindahan itu harus
diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh peserta didik sendiri dengan
pengalaman mereka (Suparno, 2012:20).
Von Glaserfeld
membedakan tiga level konstruktivisme dalam kaitan hubungan pengetahuan dan
kenyataan, yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan
konstruktivisme yang biasa (Suparno, 2012:25). Konstruktivisme radikal,
pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek yang
dibentuk oleh seseorang. Mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan
kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Kita hanya tahu apa yang dikonstruksi
oleh pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi kenyataan. Realisme
hipotesis, pengetahuan sebagai suatu hypotesis dari suatu struktur kenyataan
dan sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan
realitas. Konstruktivisme yang biasa, pengetahuan sebagai suatu gambaran yang
dibentuk dari kenyataan suatu objek.
Von Glaserfeld
menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan
pengetahuan itu, seperti (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan
dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang
satu daripada yang lain (Suparno, 2012:20). Pembentukan pengetahuan bukanlah
memiliki kebebasan tanpa batas melainkan terdapat pembatas yang mebingkai
pembentukan pengetahuan tersebut. Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang
dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan, yaitu (1) konstruksi yang lama,
(2) domain pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita (Suparno, 2012:22).
Belajar: peran peserta didik diutamakan dan keaktifan peserta didik untuk
membentuk pengetahuan dinomorsatukan. Pelajar aktif membina pengetahuan
berasaskan pengalaman yang sudah ada, dengan cara membandingkan informasi baru
dengan pemahamannya yang sudah ada. Bahan pengajaran perlu mempunyai perkaitan
dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Paham yang memiliki
sifat generatif ini memandang manusia dapat mengetahui sesuatu dengan
inderanya. Pengetahuan bukan sesuatu kenyataan ontologis, dan tidak dapat
ditransfer, melainkan pemindahan pengetahuan harus dinterpretasikan dan
dikonstruksi oleh setiap orang berdasar pengalaman yang dimikili mereka
sendiri. Pembentukan pengetahuan pun bukan tanpa batas melainkan memiliki
pembatas yang menjadi bingkai pemebentukan pengetahuan.
KONSTRUKTIVISME
Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut
konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman
atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya,
sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri
proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1.
Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2. Mendorong
terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3. Memandang
siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4.
Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada
hasil
5. Mendorong
siswa untuk melakukan penyelidikan
6.
Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7. Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8. Penilaian
belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9.
Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10. Banyak
menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti
prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
11. Menekankan
bagaimana siswa belajar
12. Mendorong
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain
dan guru
13. Sangat
mendukung terjadinya belajar kooperatif
14. Melibatkan
siswa dalam situasi dunia nyata
15. Menekankan
pentingnya konteks siswa dalam belajar
16. Memperhatikan
keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasarkan pada pengalaman nyata
Peranan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme
tersebut di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapan di kelas.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran
siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa
menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi pemecah masalah (problem solver)
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan
kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan
seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru
mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong
siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran
konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang
berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk
menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi,
justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau
didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial
dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah
atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang
lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan
atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang
dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam
prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena
alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama
melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama,
dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan
konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena
alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan
abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut
secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa
agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi
, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut
dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas
yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti
dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan
idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya
(Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi
pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat
hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan,
mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan,
mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Sejarah Kontruktivisme
Konstruktivis lahir
dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan
kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami
informasi-informasi baru.
Pembelajaran sosial
ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky. Menurut
Karpov dan Bransford dalam Slavin (2000) yang digunkakan dalam menunjang metode
pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
proyek dan penemuan.
Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama,
penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua,
zona perkembangan terdekat atau zone of proximal development yaitu bahwa siswa
belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan
terdekat mereka. ketiga, pemagangan kognitif atau cognitife
apprenticeship yaitu proses dimana seseorang tahap demi tahap berkesepakatan
dalam belajar dengan seseorang apakah seorang yang dewasa atau teman sebaya
yang lebih tinggi. Dan yang keempat adalah scaffolding atau mediated
learning yaitu siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan
realistic dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan
tugasnya .
Tujuan
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Konsep Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
1. Pelajar
aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru.
4. Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak
konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.
Contoh Model Pembelajaran
Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai
dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak
demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif
siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau
cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus
(bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk
pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran
kntruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan
pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan
tulis jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan
yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak
sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan
spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka
tentang cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing
yang cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan
merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan
untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat
cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya,
dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi
untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang
perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik:
1. Dalam
Aspek Berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;
2. Dalam
aspek kefahaman seorang murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan
mampu mengapliksikannya dalam semua situasi;
3. Dalam
aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat meningkatkan
kefahaman mereka;
4. Dalam
aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila seorang murid
berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru dalam proses
mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru. 2.
Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik:
1. Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi;
2. Konstruktivisme
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda;
3. Situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa;
4. Meskipun
guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi
guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang
elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
5. Dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu
dengan yang lainnya;
Penerapan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme
yang telah dijelaskan pada tulisan terdahulu, berikut ini dipaparkan tentang
penerapannya di kelas.
a. Mendorong
kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran
siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa
menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi “pemecah masalah” (problem solvers). Guru mengajukan pertanyaan terbuka
dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon. Berpikir
reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagagsan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan
dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan
dalam melakukan penyelidikan.
c. Mendorong
siswa berfikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran
konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang
berada di balik respon-respon faktual yan sederhana. Guru mendorong siswa untuk
menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi,
justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya.
d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau
diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial
dalam kelas yang bersifat intensif sangant membantu siswa untuk mampu mengubah
atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka
mereka akan mampu membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman
sendiri. Jika merasa nyama dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka
dialog yang sangat bermakna akan tercipta di kelas.
e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang
dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam
prediksi, seringkali siswa menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini.
Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui
diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber
utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan
konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena
alam dalam dunia nyata. Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan
abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut
secara bersama-sama.
Beberapa aliran dalam pembelajaran konstruktivisme,
yaitu:.
·
Konstrukstivisme personal
Pembelajaran menurut konstruktivisme personal,
memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: 1) Set mental (idea) yang
dimiliki peserta didik mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan, 2) Input yang diterima
peserta didik tidak memiliki makna yang tetap, 3) peserta didik menyimpan input
yang diterima tersebut ke dalam memorinya, 4) input yang tersimpan dalam memori
tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input lain yang baru diterima, 5)
peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya.
·
Konstrukstivisme sosial
Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan
yang dibentuk oleh peserta didik, merupakan hasil interaksinya dengan
lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa: a)
pengetahuan dibina oleh manusia, 2) pembinaan pengetahuan bersifat sosial dan
personal, 3) pembina pengetahuan personal adalah perantara soial dan pembina
pengetahuan sosial adalah perantara personal, 4) pembinaan pengetahuan sosial
merupakan hasil interaksi sosial, dan 5) interaksi sosial dengan yang lain
adalah sebagian dari personal, pembinaan sosial, dan pembinaan pengetahuan
bawaan.
·
Konstrukstivisme radikal
Konstruktivisme radikal dikembangkan oleh von
Glaserfeld (1984), yang beranggapan bahwa: 1) kebenaran tidak diketahuai secara
mutlak, 2) pengetahuan saintifik hanya dapat diketahui dengan menggunakan
instrumen yang tepat, 3) konsep yang terjadi adalah hasil yang diperoleh
individu setelah melakukan ujicoba untuk menggambarkan pengalaman subjektif, 4)
konsep akan berkembang dalam upaya penggambaran fungsi efektif tentang
pengalaman subjektif.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran
adalah:
§ Pembelajaran
tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan
untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
§ Pada
akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda
sesuai dengan kemampuannya.
§ Untuk
memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan
peserta didik yang lain.
§ Guru
harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya
berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya, seperti bahasa, matematika,
musik dan lain-lain.
Ciri-ciri kontruktivisme
1. Pengetahuan
di kembangkan secara aktif oleh siswa itu sendiri dan tidak diterima secara
pasif dari lingkungan sekitar atau dengan kata lain, pengetahuan didapat oleh
siswa, bukan diberikan oleh guru.
2. Siswa
mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengalamannya sendiri.
Contoh : Siswa sudah memiliki pengetahuan tentang
perubahan sifat benda padat menjadi benda cair maka dia akan mengaitkn dengan
pangalamannya ketika makan es krim yang kemudian mencair setelah dibiarkan
beberapa saat dibawah sinar matahari.
3. Siswa
mempunyai peranan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan guru hanya
memberikan konsepnya saja.
Contoh : Guru menyediakan materi tentang perkecambahan
maka guru meminta siswa untuk membawa alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
melakukan pengamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar