Rabu, 03 Februari 2016

Teori Belajar Konstruktivisme




Konstruktivisme

Von Glaserfeld menuturkan, Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Suparno, 2012:18). Sementara menurut Doolitle dan Camp (1999) inti dari konstruktivisme adalah aktif memahami dan membangun pengetahuan sendiri berdasar pengalamannya. Fosnot menyatakan konsep bahwa peserta didik membangun pengetahuan berdasar pengalaman dinamakan konstruktivisme. Pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis. Kita tidak dapat mengerti realitas (kenyataan) yang sesungguhnya. Yang kita mengerti, bila boleh disebut suatu realitas, adalah sktruktur konstruksi kita akan suatu objek. Realitas hanya ada sejauh berhubungan dengan pengamat. Pengetahuan merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui, yang sedang belajar. Realitas tidak akan eksis selama berdiri sendiri, realitas akan dipahami ada bila berhubungan dengan pengamat.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah tertentu tetapi merupakan suatu proses menjadi. Letak kebenaran dari pengetahuan dalam riabilitasnya, yaitu berlakunya konsep atau pengetahuan itu dalam penggunaan. Semakin dalam dan luas suatu pengetahuan dapat digunakan, semakin luas kebenarannya. Jean Piaget menyatakan bahwa pengetahuan konseptual tidak dapat ditransfer dari seseorang ke orang lainnya, melainkan harus dikonstruksi oleh setiap orang berdasar pengalaman mereka sendiri. Menurut von Glaserfeld, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran orang yang belum punya pengetahuan (peserta didik). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide dan pengertiannya kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh peserta didik sendiri dengan pengalaman mereka (Suparno, 2012:20).
Von Glaserfeld membedakan tiga level konstruktivisme dalam kaitan hubungan pengetahuan dan kenyataan, yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan konstruktivisme yang biasa (Suparno, 2012:25). Konstruktivisme radikal, pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek yang dibentuk oleh seseorang. Mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Kita hanya tahu apa yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotesis, pengetahuan sebagai suatu hypotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Konstruktivisme yang biasa, pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek.
Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan pengetahuan itu, seperti (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lain (Suparno, 2012:20). Pembentukan pengetahuan bukanlah memiliki kebebasan tanpa batas melainkan terdapat pembatas yang mebingkai pembentukan pengetahuan tersebut. Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan, yaitu (1) konstruksi yang lama, (2) domain pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita (Suparno, 2012:22). Belajar: peran peserta didik diutamakan dan keaktifan peserta didik untuk membentuk pengetahuan dinomorsatukan. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada, dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. Bahan pengajaran perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Paham yang memiliki sifat generatif ini memandang manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya. Pengetahuan bukan sesuatu kenyataan ontologis, dan tidak dapat ditransfer, melainkan pemindahan pengetahuan harus dinterpretasikan dan dikonstruksi oleh setiap orang berdasar pengalaman yang dimikili mereka sendiri. Pembentukan pengetahuan pun bukan tanpa batas melainkan memiliki pembatas yang menjadi bingkai pemebentukan pengetahuan.




KONSTRUKTIVISME
Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1.   Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.   Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3.   Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4.   Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5.   Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6.   Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7.   Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8.   Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9.   Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10.  Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
11.  Menekankan bagaimana siswa belajar
12.  Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
13.  Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14.  Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15.  Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16.  Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata
Peranan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapan di kelas.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Sejarah Kontruktivisme
Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru.
Pembelajaran sosial ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky. Menurut Karpov dan Bransford dalam Slavin (2000) yang digunkakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan penemuan.
Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan terdekat atau zone of proximal development yaitu bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. ketiga, pemagangan kognitif atau cognitife apprenticeship yaitu proses dimana seseorang tahap demi tahap berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang apakah seorang yang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang keempat adalah scaffolding atau mediated learning yaitu siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugasnya .
Tujuan
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1.  Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.   Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari  sendiri pertanyaannya.
3.  Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4.  Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5.  Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Konsep Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.     Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.     Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.     Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.     Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.     Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6.     Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Contoh Model Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran kntruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik:
1.      Dalam Aspek Berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;
2.      Dalam aspek kefahaman seorang murid terlibat secara langsung dalam mebina  pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliksikannya dalam semua situasi;
3.      Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat meningkatkan kefahaman mereka;
4.      Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila seorang murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru. 2.
Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik:
1.      Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
2.      Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda;
3.      Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa;
4.      Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
5.      Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang  begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;


Penerapan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme yang telah dijelaskan pada tulisan terdahulu, berikut ini dipaparkan tentang penerapannya di kelas.
a.  Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi “pemecah masalah” (problem solvers). Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon. Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagagsan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c.  Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yan sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya.
d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangant membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri. Jika merasa nyama dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka dialog yang sangat bermakna akan tercipta di kelas.
e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Beberapa aliran dalam pembelajaran konstruktivisme, yaitu:.
·         Konstrukstivisme personal
Pembelajaran menurut konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: 1) Set mental (idea) yang dimiliki peserta didik mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan, 2) Input yang diterima peserta didik tidak memiliki makna yang tetap, 3) peserta didik menyimpan input yang diterima tersebut ke dalam memorinya, 4) input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input lain yang baru diterima, 5) peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya.
·         Konstrukstivisme sosial
Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan yang dibentuk oleh peserta didik, merupakan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa: a) pengetahuan dibina oleh manusia, 2) pembinaan pengetahuan bersifat sosial dan personal, 3) pembina pengetahuan personal adalah perantara soial dan pembina pengetahuan sosial adalah perantara personal, 4) pembinaan pengetahuan sosial merupakan hasil interaksi sosial, dan 5) interaksi sosial dengan yang lain adalah sebagian dari personal, pembinaan sosial, dan pembinaan pengetahuan bawaan.
·         Konstrukstivisme radikal
Konstruktivisme radikal dikembangkan oleh von Glaserfeld (1984), yang beranggapan bahwa: 1) kebenaran tidak diketahuai secara mutlak, 2) pengetahuan saintifik hanya dapat diketahui dengan menggunakan instrumen yang tepat, 3) konsep yang terjadi adalah hasil yang diperoleh individu setelah melakukan ujicoba untuk menggambarkan pengalaman subjektif, 4) konsep akan berkembang dalam upaya penggambaran fungsi efektif tentang pengalaman subjektif.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah:
§  Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
§  Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
§  Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain.
§  Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya, seperti bahasa, matematika, musik dan lain-lain.


Ciri-ciri kontruktivisme
1.    Pengetahuan di kembangkan secara aktif oleh siswa itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari lingkungan sekitar atau dengan kata lain, pengetahuan didapat oleh siswa, bukan diberikan oleh guru.
2.    Siswa mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengalamannya sendiri.
Contoh : Siswa sudah memiliki pengetahuan tentang perubahan sifat benda padat menjadi benda cair maka dia akan mengaitkn dengan pangalamannya ketika makan es krim yang kemudian mencair setelah dibiarkan beberapa saat dibawah sinar matahari.
3.    Siswa mempunyai peranan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan guru hanya memberikan konsepnya saja.
Contoh : Guru menyediakan materi tentang perkecambahan maka guru meminta siswa untuk membawa alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan pengamatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar